Situasi Kenabian Muhammad SAW
2.1 Situasi awal kenabian Muhammad SAW
Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang arab sudah
mengetahui para utusan Allah SWT atau Nabi-Nabi. Meskipun banyak Nabi diutus di
tanah arab, namun sedikit sekali orang-orang yang mengikuti ajaran atau risalah
yang dibawa oleh para Nabi tersebut. Dan ketika Nabi Muhammad SAW diutus
ditengah-tengah mereka, mereka tidak langsung menerima kenabian beliau, karena
mereka tidak mau meninggalkan ajaran nenek moyang mereka. Selain itu juga
ajaran Nabi merugikan politik dan ekonomi mereka. Padahal sudah ada bukti nyata
kekuasaan Allah SWT melalui utusan-Nya tersebut. Situasi kenabian para utusan
Allah sebelum Nabi Muhammad SAW begitu banyak mengalami tantangan dan tekanan
dari para kaum kafir yang membenci mereka. Begitu pula situasi kenabian yang
dialami Nabi Muhammad SAW, bahkan bisa dibilang cobaan terhadap kenabian beliau
lebih sulit dari Nabi-Nabi sebelumnya. Padahal mereka sudah menanti datangnya seorang
Nabi, tetapi berharap Nabi tersebut berasal dari golongan mereka sendiri,
justru yang muncul Nabi Muhammad SAW, mereka merasa tersaingi terutama dari
segi politik dan ekonomi.
Tugas
Nabi Muhammad SAW juga lebih berat dari Nabi-Nabi sebelumnya. Jika Nabi-Nabi
sebelumnya hanya diutus membawa risalah dan menyebarkannya kepada kaumnya saja,
tetapi Nabi Muhammad SAW diutus untuk membawa risalah dan menyebarkannya ke
seluruh dunia (umat manusia). Hal inilah yang menjadikan orang-orang kafir
begitu membenci Nabi Muhammad SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi
Nabi dan Rosul diusiannya yang ke 40 tahun dan mendapatkan wahyu, orang-orang
kafir semakin membencinya dan berencana membunuh Nabi Muhammad SAW.
Karena tindakan orang-orang kafir tersebut (khususnya orang-orang
kafir Mekkah) yang semakin menjadi-jadi dan dikhawatirkan akan membahayakan
keselamatan Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, maka beliau beserta keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya (kaum Muhajirin) hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Disana beliau mendapat sambutan yang baik dari penduduk asli Madinah (kaum
Anshor) dan disini beliau lebih mendapat perlindungan, maka dari sinilah beliau
mulai menyebarkan risalah yang dibawanya secara terang-terangan. Setelah itu,
beliau mendirikan kota Madinah, mengganti namanya dari yang semula bernama
Yastrib menjadi Madinah, dan menjadikan kota Madinah sebagai poros peradaban
islam. Dan dari sinilah khazanah islam mulai menyebar ke seluruh penjuru
wilayah, termasuk Mekkah. Beliau mengambil alih Ka’bah dari orang-orang kafir.
Karena Ka’bah merupakan peninggalan umat islam yang dibangun oleh Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail. Situasi kenabian beliau di Madinah jauh lebih aman dari pada
di Mekkah, hingga beliau dapat menyebarkan risalah yang dibawanya sampai akhir hayat
beliau meninggal di Madinah.
2.2 Proses Nuzulul Quran
Sebelum membahas tentang proses turunnya
Al-Quran, akan disinggung terlebih dahulu pengertian Al-Quran. Al-Quran menurut
bahasa berasal dari kata قرأ , يقرأ , قران
yang berarti “Bacaan”. Sedangkan menurut istilah Al-Qur’an ialah Kalam
Allah atau kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
perantara malaikat Jibril, diturunkan
dalam bentuk lembaran-lembaran (mushaf), diawali dari Q.S Al-Fatihah
sampai Q.S An-Naas, diturunkannya secara berangsur-angsur selama kurang lebih
23 tahun, serta membacanya merupakan suatu ibadah. Al-Quran tersebut diturunkan
kepada seorang Nabi yang mulia, yaitu Nabi Muhammad SAW. Al-Quran bukanlah
sebuah buku ilmu pengetahuan, fiksi, cerita atau yang lainnya, mealainkan
Al-Quran mencakup semua hal tersebut, menjawab hal-hal yang berkaitan dengan
masa lalu maupun masa yang akan datang.
Proses
turunya Al-Quran (Nuzulul Quran / نزول ) menurut bahasa berasal dari kata
نزل - ينزل - نزول yang berarti “turun”.
Maksud turun disini ialah meluncur dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah[1]
dan juga pemberitahuan Allah SWT kepada manusia melalui Al-Quran. Sedangkan
menurut istilah ialah proses turunnya Al-Quran (kalam Allah SWT) yang dibawa
melalui perantara malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Tetapi bagaimana
proes turunnya Al-Quran tersebut beberapa ulama berbeda pendapat mengenai hal
tersebut:
1. Ayat
Al-Quran diturunkan dari Allah SWT ke lauhul mahfuz (suatu lembaran yang terpelihara dimana
Al-Quran pertama kalinya ditulis pada lembaran tersebut)[2]
2. Ayat
Al-Quran diturunkan dari lauhul mahfuz ke langit dunia secara keseluruhan dalam satu
malam (disimpan dalam Baitul ‘Izzah), kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW secara berangsur-angsur.
3. Ayat
Al-Quran diturunkan dari lauhul mahfuz ke langit dunia secara bertahap sebanyak 23
kali malam Lailatul Qadr, kemudian diturunkan kepada Nabi selama era bitsah
(kenabian), yaitu kurang lebih 23 tahun.
Al-Quran diturunkan secara
berangsur-angsur sesuai dengan Q.S Al-Israa:106, yaitu:
وقرانا فرقناه لتقرأه على النّاس على مكث ونزّلناه تنزيلا
“Dan Kami telah
menurunkannya sebagian demi sebagian agar engkau (Muhammad) membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya sebagian demi sebagian”.
Al-Quran
diturunkan secara bertahap karena ia akan membawa perubahan dan pembaharuan
yang besar. Ia akan membawa bermacam-macam peraturan yang berisi
perintah-perintah dan larangan-larangan.[3]
Pembicaraan
mengenai Nuzulul Quran (turunnya Al-Quran) biasanya berkenaan dengan ayat
pertama dan terakhir turun, kapan dan dimana wahyu pertama dan terakhir turun,
serta penurunan wahyu tersebut melalui cara seperti apa.
Mengenai
ayat yang pertama diturunkan banyak ulama yang berbeda pendapat, mereka berpendapat
bahwa Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama Q.S Al-Alaq:1-5, yaitu:
اِقْرَأ
بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذيْ خَلَقَ (1) خَلَقَ الأِ نْسَا نَ مِنْ عَلَقْ (2)
إِقْرَأْ وَ رُبُّكَ الأَكْرَام (3) الّذْ ي عَلَّم بِا لْقَلَم (4) علَمَ الاِ
نْسَا نَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya:
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah
menciptakan. Ia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu
itu Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan dengan pena. Ia telah mengajarkan kepada
manusia apa-apa yang belum diketahuinya”.
Peristiwa penurunan tersebut terjadi pada
malam senin, tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari usia Rasulullah tiga belas
tahun sebelum hijrah, bertepatan dengan bulan juli tahun 610 M. Malam tersebut
dinamakan malam Lailatul Qadr / Lailatul Mubarakah / malam turunnya Al-Quran
yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan.[4]
Malam tersebut jatuh pada malam-malam ganjil di bulan Ramadhan.
Bertempat
di Gua Hira, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkhalwat atau menyendiri
untuk beribadah. Kegiatan tersebut beliau lakukan setelah beliau mendapat mimpi
bahwa beliau didatangi seberkas cahaya indah seperti cahaya di pagi hari,
selain itu juga kegiatan tersebut untuk menenangkan pikiran Nabi karena beliau
merasa masyarakat di sekitarnya hidup dan bertindak semau mereka sendiri tanpa
melihat konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan tersebut (masa itu bangsa
arab masih hidup dalam kejahiliyaan/kebodohan).
Sesudah itu barulah ayat-ayat
Al-Qur’an yang lain beriringan diturunkan menurut kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa yang memerlukannya. Dan Semenjak itu Rosulullah mulai
berdakwah secara terang-terangan, tidak bersembunyi.
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW dibawa melalui perantara malaikat Jibril, tetapi menurut beberapa hadis dan
Al-Quran surah Asy-Syura:51 cara turunnya Al-Quran tersebut melalui wahyu,
Allah SWT berbicara langsung kepada Nabi melalui balik hijab/tabir, mengirim
utusan (Jibril menyerupai seorang laki-laki yang tampan). Selain itu juga
turunnya ayat Al-Quran tersebut bisa menyerupai gemerincing lonceng yang besar,
melalui mimpi, dan juga ketika Nabi menerima wahyu tersebut dirinya
mengeluarkan keringat yang sangat banyak padahal cuaca sedang dingin. Begitu
juga sebaliknya, beliau merasa kedinginan padahal cuaca begitu panas.
Tetapi
ada juga beberapa ulama yang berbeda pendapat bahwa permulaan ayat Al-Quran
yang turun bukanlah Q.S Al-Alaq:1-5, melainkan Q.S Al-Fatihah, hal ini dikarenakan
beberapa alasan, menurut Syek Muhammad Abduh yaitu dengan memerhatikan isi
surah Al-Fatihah itu yang seolah-olah telah mencakup segala pokok-pokok isi
Al-Quran itu secara garis besarnya.[5]
Selain
kedua pendapat diatas, masih ada pendapat lainnya mengenai surah/ayat yang
pertama kali turun, yaitu ada yang mengatakan ayat-ayat yang mula-mula turun
ialah surah Ad-Dhuha, Al-Mudatsir, Al-Muzammil. Ada juga yang berpendapat Q.S
Ad-Dukhan:3, yaitu:
إِنّأ اَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ مُبَارَكَةٍ إِنّا كُنَّا
مُنْذِرِيْنَ
Karena surah tersebut turun pada
malam yang penuh keberkahan, yaitu malam Lailatul Mubarakah pada malam
tanggal 17 Ramadhan. Memang semua pendapat itu bisa jadi benar, namun dilihat
dari banyaknya dan umumnya orang mengetahui ayat dan surah yang pertama turun
ialah Q.S Al-Alaq:1-5, karena sesuai dengan artinya, yaitu “Bacalah!”,
permulaan dari sesuatu yang nantinya hendak dikumpulkan dan diabaca seluruhnya.
Ayat-ayat yang
permulaan diturunkan adalah untuk mengarahkan pembentukan pribadi muslim dengan
ajaran-ajaran tentang keimanandan akhlak. Apabila rasa kecintaan dan ketakwaan
sudah muncul dalam hati manusia, maka kemudian barulah Allah SWT menurunkan
wahyu yang berisi perintah-perintah dan larangan-laranagn supaya muncullah rasa
keikhlasan dan ketaaatan untuk melaksanakannya. Turunnya Al-Quran sesuai dengan
kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Nabi dan umatnya
sejak Nabi diangkat menjadi Nabi dan Rasul sampai wafatnya. Tujuan Allah SWT
menurunkan wahyu (Al-Quran) tersebut kepada Nabi Muhammad SAW adalah karena
rasa cinta Nabi Muhammad SAW yang begitu besar kepada Allah SWT. Kemudian, tujuan
diturunkannya Al-Quran untuk umat manusianya supaya menjadi pedoman bagi
tingkah laku kehidupan manusia di dunia dan di akhirat kelak. Al-Quran juga
menjadi pembimbing manusia menuju jalan yang benar, yaitu kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Ayat Al-Quran yang
turun pada Nabi tidak hanya pada satu tempat saja, maksudnya bukan hanya turun
ketika Nabi sedang berada dikediamannya, tetapi ada juga ayat yang turun ketika
Nabi sedang mealakukan perjalanan. Tidak melihat waktu (bisa siang ataupun
malam) dan tidak melihat musim (bisa musim dingin ataupun musim panas).
Contoh ayat yang turun ketika Nabi sedang melakukan perjalanan:
وَإِذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَوةَ فَلْتَقُمْ طَا
ئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْ خُذُوْا أَسْلِحَتُهُمْ
“Dan apabila kamu berada ditengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu
kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka maka hendaklah segolongan dari
mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata”. Ayat ini turun
ketika Nabi sedang berada di Asafan.[6]
Sedangkan tujuan Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur
adalah:
1.
Supaya
umat manusia mempelajarinya perlahan-lahan
2.
Agar
membacanya secara tartil (teratur dan benar)
3.
Menetapkan
hati Rasulullah
4.
Untuk
melemahkan lawan-lawannya (mukjizat)
5.
Mudah
dipahami, dihafal, dan diamalkan
6.
Sesuai
dengan kejadian atau peristiwa-peristiwa yang muncul pada waktu itu.
7. Sebagai
masa peralihan bagi kaum muslim, yaitu peralihan dari masa yang lama ke masa
yang baru
8.
Menanamkan
akhlak yang baik pada setiap pribadi muslim
Tahapan
peristiwa mengenai turunnya Al-Quran dapat diketahui dari banyak hadis, seperti
hadis di bawah ini yang artinya:
“Dari ‘Aisyah, Ummul mu’minin ra, bahwasanya ia telah berkata permulaan
wahyu yang 8diterima Rasulullah ialah berupa mimpi yang baik, yang diterimanya
di waktu tidur, dan biasanya beliau melihat mimpi itu begitu jelasnya, seperti cuaca
pagi. Pada masa-masa sesudah itu, beliau mengasingkan diri. Biasannya beliau pergi
mengasingkan diri ke Gua Hira’ (kira-kira empat kilometer dari Mekkah arah jalan
ke Arafah). Disanalah beliau telah membawa bekal. Kalau bekal telah habis maka pulanglah
beliau ke rumah Khadijah untuk mengambil bekal lagi. Sehingga akhirnya datanglah
kepada beliau Wahyu (pertama kali) ketika beliau berada di Gua Hira’ itu.
Ketika itu malaikat datang dan berkata kepada Rasulullah: “Bacalah, hai
Muhammad!” Rasulullah menjawab: “Aku tidak bisa membaca”. Beliau menerangkan
selanjutnya: “Malaikat itu lalu merangkul dan memeluknya, sampai aku merasa
payah, kemudian aku dilepaskannya dan ia berkata lagi kepadaku: “Bacalah, hai
Muhammad!” Jawabku: “Aku tak bisa membaca”. Kemudian aku dirangkul dan
dipeluknya lagi untuk kedua kalinya, hingga aku merasa payah, kemudian aku
dilepaskanya dan ia berkata lagi padaku: “Bacalah!” Jawabku: “Aku tak bisa
membaca”. Kemudian aku dirangkul dan dipeluknya untuk ketiga kalinya, sesudah
itu aku dilepaskannya, lalu ia berkata: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah
menjadikan. Ia telah menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan
Tuhanmu itu Maha Pemurah”. Maka pulanglah Nabi membawa ayat itu dengan hati
yang berdebar-debar. Nabi datang kepada Khadijah binti Khuwailid lalu bersabda:
“selimuti aku, selimuti aku!” Khadijah lalu menyelimuti Nabi sehingga hilanglah
rasa takut beliau. Dan setelah peristiwa itu diceritakan Nabi kepada Khadijah,
maka beliau bersabda kepadanya: “Aku sangat khawatir atas keselamatan diriku”.
Jawab Khadijah: “Tidak apa, jangan khawatir! Demi Tuhan selamanya tidak akan
menghilangkan engkau, sebab engka akan berusaha menghubungkan tali
persaudaraan; engkau akan mengusahakan apa-apa yang diperlukan umatmu; dan
engkau selalu memuliakan tamu; dan engkau selalu memberikan bantuan atas mala
petaka yang timbul karena membela kebenaran”. Sesudah itu Khadijah pergi
bersama-sama Nabi menemui Waraqah Ibnu
Naufal Ibnu Asad Abdil ‘Uzza, yaitu anak paman dari Khadijah sendiri.
Dan ia pernah menulis kitab dalam bahasa Ibrani. Bahkan ia pernah menulis
sebagian dari Injil dalam bahasa Ibrani. Alangkah anaehnya, ia masih bisa
menulis, padahal ketika itu ia telah sangat tua dan sudah buta. Setelah sampai,
maka Khadijah berkata kepada Waraqah: “Hai anak pamanku, dengarkanlah berita dari
anak saudaramu ini! Maka berkatalah Waaqah kepada Nabi: “Wahai anak saudaraku,
apakah yang telah kau lihat?” Rasulullah lalu menceritakan kepada Waraqah
apa-apa yang telah dialaminya. Waraqah lalu berkata: “Itulah dia utusan yang
dulu pernah diutus Allah SWT kepada Nabi Musa as. Duhai, alangkah baiknya,
kalau pada masa itu kelak aku masih hidup, yaitu ketika engkau diusir kaummu”.
Rasulullah lalu bertanya: “Apakah mereka kelak akan mengusir aku?” Jawab
Waraqah: “Benar, karena setiap oran yang datang membawa wahyu seperti engkau
ini pasti dimusuhi orang. Andaikata aku masih mendapati juga masamu itu kelak,
aku tentu akan membantumu dengan sekuat tenaga”. Tak lama setelah peristiwa ini
Waraqah meninggal dunia, dan wahyu terputus kepada Nabi untuk sementara waktu”.[7]
Dari hadis tersebut, ketika Rasulullah telah menerima wahyu dari
Allah SWT, hatinya berdebar-debar, gelisah, dan ketakutan. Apakah benar Allah
SWT telah mengangkatnya menjadi Nabi dan Rasul?.
Mengenai
ayat yang terakhir turun, beberapa ulama juga berbeda pendapat mengenai hal
tersebut. Ada yang berpendapat Q.S Al-Maidah:3, yaitu:
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِىْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلاِسْلاَمَ دِيْنًا (3)
Artinya:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku kepadamu serta telah Ku-ridai
bagimu islam itu sebagai agama”[8]
Peristiwa
turunnya ayat terakhir tersebut yaitu ketika Nabi sedang wukuf di Padang Arafah
sewaktu melakukan Haji Wada’ (haji yang terakhir kalinya/sudah tidak
melaksanakan haji lagi setelah itu/haji terakhir sebelum Nabi wafat). Peristiwa
tersebut terjadi pada hari jum’at, tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah, atau
tahun ke-63 dari usia Rasulullah, kira-kira 81 malam sebelum Rasulullah wafat,
bertepatan dengan bulan maret tahun 632 M. Sedangan Rasulullah wafat pada hari
senin tanggal 13 Rabi’ul Awwal tahun 11 H, atau tanggal 7 juni tahun 632 M.[9]
Alasan
Q.S Al-Maidah:3 menjadi ayat yang terakhir turun adalah karena islam sudah
menunjukkan, bahwa dialah agama yang lengkap dan sempurna, yang menunjukkan
mana kewajiban dan mana larangan, yang menunjukkan mana yang halal dan mana
yang haram, dan hukum- hukum yang lainnya. Jadi mana mungkin ada surah/ayat
lain yang turun setelahnya.
Namun
ada juga yang berpendapat bahwa surah/ayat yang terakhir diturunkan adalah Q.S
Al-Baqarah:281, yaitu:
وَاتَّقُوْا يَوْمًاتُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّهِ ثُمَّ تُوَفّى
كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُوْنَ (281)
Artinya:
“Dan peliharalah dirimu dari (Azab
yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada
Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa
yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya”.[10]
Sa’id
bin Al-Khudri, sebagaimana dikutip oleh As-Sayuti, mengatakan, ayat ini turun
kepada Nabi Muhammad SAW sembilan hari menjelang Nabi wafat, berbeda dengan Q.S
Al-Maidah:3 yang turun 81 hari sebelum Rasulullah wafat.[11]
Karena alasan inilah pendapat mengenai ayat ini dianggap sebagai ayat yang
terakhir turun lebih kuat daripada Q.S Al-Maidah:3 yang lebih berkembang
dikalangan umat islam.
Mengenai
ayat yang paling akhir turun, tidak ada satu pun riwayat yang marfu’
kepada Nabi Muhammad SAW, semua riwayat bersumber pada sahabat dan tabi’in.
Tetapi bisa jadi pendapat setiap ulama itu benar karena sesungguhnya yang
mengetahui ayat apa saja yang turun terakhir kali hanyalah Allah SWT, Nabi
Muhammad SAW dan para sahabat yang menyaksikannya. Perbedaan pendapat tersebut
bisa jadi karena para ulama mengambil sumber dari sahabat Nabi yag berbeda,
yang menyaksikan langsung wahyu itu turun atau yang tidak menyaksikan langsung.
Periode
waktu Rasulullah menerima wahyu kira-kira selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Penerimaan wahyu tersebut terbagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah
(sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, kurang lebih selama 13 tahun) berkenaan
dengan ayat-ayat yang turun di Mekkah/ayat-ayat Makkiyyah. Dan periode
Madinah (setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, kurang lebih selama 10 tahun)
berkenaan dengan ayat-ayat yang turun di Madinah/ayat-ayat Madaniyah.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Al-Bukhari:
ىعث رسول الله صلى الله عليه وسلم لآربعين سنة فمكث بمكة ثلاث عشرة
سنة يوحى إليه ثم أمربا لهجرة عشرسنين ومات وهوابن ثلاث وسنين.
“Rasulullah diutus dalam usia 40
tahun, semula tempat tiggalnya di Mekkah dan menerima wahyu selama 13 tahun,
kemudian diperintahkan berhijrah ke Madinah. Dia menetap dan menerima wahyu di
sana selama 10 tahun. dan dia wafat pada usia 63 tahun”.[12]
Ada
juga pendapat lain yang menyatakan bahwa surah yang terakhir turun adalah Q.S
Al-Baqarah:278, Q.S Al-Baqarah:281, An-Nisa:176. Karena banyaknya pendapat
mengenai hal tersebut, sehingga menimbulkan kesimpang-siuran dan sulit untuk
menetapkan riwayat manakah yang paling kuat untuk dipegangi.
Penurunan
wahyu tersebut tidak terjadi secara rutin, tapi ada masa dimana wahyu tersebut
terputus, tidak turun lagi selama waktu yang lama. Hal itu menimbulkan
kegelisahan dan kesedihan di hati Nabi, apakah Allah SWT meninggalkanya setelah
Nabi mendakwahkan ajaran yang diterimnya kepada manusia agar masuk islam sesuai
yang diperintahkan Allah SWT, maksudnya agar manusia tidak terjerumus lebih
lama dalam kebodohan. Hal itu jugalah yang membuat orang-oang kafir semakin mengolok-olok
Nabi, mereka berkata wahyu yang diterima Nabi itu bohong, itu adalah karangan
Nabi, mereka mengungkapkan bahwa terputusnya wahyu tersebut karena Nabi sedang
merankai syair-syair baru seperti yang sudah Nabi sebarkan sebelumnya.
Kesedihan itu memunculkan keraguan pada hati Nabi, apakah Alla SWT benar-benar
telah mengutusnya menjadi Nabi dan Rasul, lalu kenapa disaat rasa cinta Nabi
yang begitu besarnya muncul terhadap Allah SWT justru Allah SWT malah
meninggalkannya.
Menurut para ulama, hikmah dari
terputusnya wahyu tersebut adalah:
1.
Supaya
rasa ketakutan Nabi ketika menerima wahyu pertama di Gua Hira hilang.
2. Supaya
memunculkan rasa kerindua dalam hati Nabi untuk menerima wahyu kembali setelah
terputusnya wahyu dalam beberapa waktu tersebut.
Namun
setelah beberapa lama wahyu tersebut putus, akhirnya wahyu berikutnya turun
yaitu Q.S Ad-Dhuha, yang artinya:
“Demi waktu matahari sepenggalan
naik. Dan demi malam apabila ia telah sunyi. Tuhanmu tidak meninggalkan padamu,
dan tiada (pula) benci padamu. Sesungguhnya hari akhir lebih baik untukmu dari
hari permulaan. Dan nanti Tuhanmu akan memberi karunia kepadamu, sehingga kamu
bersenang hati. Bukankah Dia dahulunya mendapati engkau seorang yatim lalu Dia
melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung (yang tak tau
jalan), lalu Dia memberi petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
papa, lalu Dia memberi kecukupan. Adapun terhadap anak yatim janganlah engkau
bersikap sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta sesuatu kepadamu
jaganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap karunia Tuhan yang kau peroleh
hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).”[13]
Surah
tersebut menggambarkan betapa hebatnya derita yang Nabi Muhammad SAW alami
selama terputusnya wahyu tersebut. Selain itu juga Allah SWT menghibur dan
membujuk hati Nabi supaya bangkit lagi untuk melaksankan perintah-Nya tersebut.
Dengan demikian, tentramlah perasaan Nabi dan kembalilah keyakinan Nabi bahwa
Allah SWT telah benar-benar mengangkatnya menjadi Nabi dan Rasul.
Hikmah diturunkannya Al-Quran secara
berangsur-angsur adalah:
1. Untuk
menguatkan dan mengokohkan hati Rasulullah SAW agar semangat dalam mendakwahkan
risalah yang didapatnya, karena beliau sudah diangkat menjadi Rasul (Q.S
Furqan:32): [14]شهررمضان الذى أنزل فيه القران هدى للناس وبينات من الهدى
والفرقان
Hal itu dikarenakan seringnya Rasulullah bertemu dengan malaikat
Jibril, sehingga hatinya menjadi tegar dan kuat. Apabila diturunkan secara
keseluruhan, maka Nabi tidak akan sering bertemu dengan malaikat Jibril.
2.
Untuk
memantapka ayat-ayat tersebut didalam hati Rasulullah.
3. Untuk
memudahkan kaum muslimin yang pada masa itu masih buta huruf, sehingga untuk
mempelajarinya mereka menghafalkan ayat demi ayat dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari mereka.
4. Untuk
menyesuaikan kepentingan Rasulullah dan kaum muslimin serta perkembangan yang
mereka alami dari masa ke masa. Karena petunjuk yang benar-benar tepat pada
waktunya akan lebih besar manfaatnya (sesuai kejadian atau peristiwa yang
terjadi pada masa itu).
5. Memberikan
isyarat yang nyata pada musuh-musuh islam bahwa Al-Quran adalah kalam Allah SWT
dan bukan karangan Nabi Muhammad SAW.
6. Karena
sesuatu yang berangsur-angsur akan mendatangkan faedah/manfaat yag baik dan
sesuai harapan. Karena jika penurunan tersebut secara lengkap dan mendadak akan
menimbulkan kegoncangan dimasyarakat dan masyarakat akan menganggapnya sesuatu
yang mengherankan dan dapat menimbulkan rasa antipati terhadap Al-Quran.[15]
Dan
dari situlah timbul rasa kecintaan dalam jiwa manusia kepada Tuhan mereka
(Allah SWT) serta mereka akan ikhlas melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Maka dari sini ayat-ayat perintah dan larangan mulai muncul dan
mereka menerimanya dengan hati terbuka karena mereka sudah memiliki rasa
kecintaan, keimanan, dan ketaatan kepada Allah SWT dalam hati dan jiwa mereka.
Ayat-ayat tentang perintah dan larangan tersebut baru diturunkan AllahSWT
setelah didahului dengan ajaran tentang iman dan akhlak.
Fungsi Nuzulul Quran:
Ada
beberapa fungsi Al-Quran diturunkan, fungsi-fungsi tersebut sangat berguna bagi
kehidupan manusia sebagai khalifah di bumi:
1. Allah
SWT menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat
manusia sebagaimana firman-Nya (Q.S 2:185).
2.
Al-Quran
sebagai pembawa berita yang sangat menakjubkan bagi penhuni bumi dan langit.
3.
Menjadi
penawar atau obat penenang jiwa yang gelisah.[16]
Selain
proses Nuzulul Quran, ayat-ayat Al-Quran juga turun berkenaan dengan
sebab-sebab turunya, ilmu ini dikenal dengan Asbab an-Nuzul. Asbab an-Nuzul
ialah suatu sebab yang membuat ayat Al-Quran tersebut turun. Sedangkan Al-Quran
sendiri diturunkan untuk memperbaiki akidah, ibadah, dan akhlak manusia yang
sudah menyimpang dari kebenaran, dapat dikatakan pula penyimpangan tersebutlah
yang merupakan sebab turunnya Al-Quran. Karena setiap ayat yang turun mempunyai
sebab-sebab berbeda yang melatar belakanginya sesuai kejadian atau peristiwa
yang dialami tersebut.
Peristiwa
Nuzulnya ayat Al-Quran ada dua macam, yaitu:
1. Ayat
yang diturunkan tanpa ada keterkaitan dengan sebab tertentu, semata-mata
sebagai hidayah bagi manusia.
2.
Ayat
Al-Quran yang diturunkan karena adanya sebab atau kasus tertentu.
Sebab
turunnya suatu ayat Al-Quran adakalanya berbentuk peristiwa atau pertanyaan.
Sebab turunnya ayat dalam bentuk
peristiwa ada 3 macam:[17]
1.
Disebabkan
peristiwa pertengkaran
2.
Disebabkan
peristiwa kesalahan yang serius
Disebabkan adanya cita-cita dan keinginan
[2]
Yusuf. M Kadar.
2012. Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. Hlm. 16
[6]
Yusuf. M Kadar. 2012. Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. Hal. 26
[7]
Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i.
Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm. 39-40
[8]
Ali
Ash-Shaabuuniy. Muhammad. Studi Ilmu Al-Quran. Pustaka Setia. Bandung.
1998. Hlm. 30-31
[10]
Ali
Ash-Shaabuuniy. Muhammad. Studi Ilmu Al-Quran. Pustaka Setia. Bandung.
1998. Hlm. 29-30
[11] Yusuf. M
Kadar. 2012. Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. Hlm. 22
[12]
Anwar.
Abu. Ulumul Quran. Amzah. Jakarta .2012. Hlm. 20
[14] Anwar.
Abu. Ulumul Quran. Amzah. Jakarta .2012. Hlm. 18
[15]
Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i.
Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm. 59-62
[16]
Anwar.
Abu. Ulumul Quran. Amzah. Jakarta .2012. Hlm. 17-18
[17] Anwar.
Abu. Ulumul Quran. Amzah. Jakarta .2012. Hlm. 30-31