Selasa, 02 Januari 2018

Tradisi-Tradisi Ibu Hamil

Tradisi-Tradisi bagi Ibu Hamil

       Indonesia adalah Negara yang memiliki banyak budaya dan tradisi. Setiap daerah di Indonesia mempunyai budaya tradisinya masing-masing yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, hal itu menjadi ciri masing-masing daerah tersebut. Selain itu juga, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang masih menjaga dan melestarikan adat tradisi dari nenek moyang mereka. Mulai dari tradisi yang dilakukan masyarakat banyak, hingga tradisi yang dilakukan per-individu. Tradisi yang dilakukan masyarakat banyak diantaranya Nadran, Haul, Arak-arakan, Sedekah Bumi, dan masih banyak tradisi yang lainnya. Sedangkan tradisi yang dilakukan oleh individu diantaranya tradisi yang dilakukan bagi ibu hamil, tradisi yang dilakukan bagi anak laki-laki yang dihitan, dan tradisi-tradisi yang lainnya. Dari sekian banyak tradisi di Indonesia, akan dipaparkan sedikit mengenai salah satu tradisi yang dilakukan oleh individu, yaitu tradisi bagi Ibu Hamil. Bagi masyarakat Indonesia yang masih menjaga adat tradisi leluhur akan melakukan beberapa hal terhadap ibu hamil, khususnya di pulau Jawa. Bukan hanya masyarakat desa saja yang melakukan tradisi tersebut dengan alasan dianggap masih mengemban erat adat tradisi leluhur, tetapi juga masyarakat kota. Hal itu dilakukan karena tradisi tersebut dianggap akan melindungi ibu hamil dan anak yang dikandungnya. Berikut beberapa tradisi yang dilakukan oleh ibu hamil beserta hal-hal yang berada dibalik tradisi-tradisi tersebut:

1. Ngupati  (4 bulan kehamilan)
       Ngupati berasal dari kata papat, ngipat, dan kupat. Yang dalam bahasa Cirebon berarti empat, kumplit, dan ketupat. Maksud dari kata papat=empat disini adalah umur janin yang ada dirahim ibu hamil sudah masuk 4 bulan (sekitar 16 minggu). Maksud dari kata ngipat=kumplit adalah bentuk si anak dalam rahim ibunya sudah mulai sempurna, dan selain itu juga si anak dalam rahim tersebut sudah diberikan roh oleh Allah swt. Sedangkan maksud dari kata kupat=ketupat adalah dalam tradisi ngupati ini ibu hamil beserta keluarganya akan membuat suatu makanan yang disebut ketupat dan lemper dan kemudian dibagikan atau disodaqohkan kepada tetangga disekitarnya. Tujuan dari tradisi ngupati ini sendiri adalah menyelamatkan si anak dalam kandungan yang sudah diberi ruh oleh Allah swt.. Tradisi ini biasanya diisi dengan kegiatan makan-makan yang dilakukan ibu hamil, keluarganaya, beserta tetangga-tetangga terdekatnya. Hal ini sekali lagi sebagai bentuk rasa syukur mereka atas keselamatan bayi dalam kandungan ibu hamil tersebut, maka rasa syukur tersebut diwujudkan melalui sodaqoh makan-makan.

2. Memitu  (7 bulan kehamilan)
      Memitu berasal dari kata pitu. Yang dalam bahasa Cirebon berarti tujuh. Memitu merupakan tradisi bagi ibu hamil ketika usia kandungannya sudah masuk 7 bulan (sekitar 28 minggu) sesuai dengan arti katanya, yaitu pitu=tujuh. Berbeda dengan tradisi ngupati yang bertujuan menyelamatkan si anak dalam kandungan ibunya, sedangkan memitu sendiri bertujuan untuk menyelamakan si anak dalam kandungan beserta ibunya. Tradisi ini biasanya diisi dengan kegiatan membaca QS. Lukman dan QS. Maryam, mandi kembang 7 rupa, dan rujakan. Kegiatan pertama dilakukan pada malam hari, yaitu membaca QS. Lukman dan QS. Maryam, hal itu dilakukan oleh para lelaki (yang kebanyakan bapak-bapak). Tujuan dibacakannya QS. Lukman adalah berharap jika bayi dalam kandungan tersebut berjenis kelamin laki-laki, maka akan memiliki wajah yang tampan, sendangkan tujuan dibacakannya QS. Maryam adalah berharap jika anak yang dikandung berjenis kelamin perempuan, maka akan memiliki wajah yang cantik. Sebelum acara ngaji (membaca Al-Quran) pada malam hari, para keluarga si ibu hamil tersebut khususnya dari kalangan wanita (ibu-ibu) akan menyiapkan masakan untuk dihidangkan bagi bapak-bapak yang akan mengaji surat Lukman dan Maryam pada malam harinya.
      Kegiatan kedua yaitu acara mandi kembang 7 rupa pada pagi harinya, kegiatan tersebut dilakukan oleh ibu hamil dan suaminya. Dalam acara mandi kembang 7 rupa tersebut akan disiapkan duplikat rumah-rumahan kecil yang dibagian atasnya digantung berbagai macam makanan, pakaian, dan sejumlah uang. Selain itu juga akan disiapkan air yang didalamnya terdapat kembang (bunga) 7 rupa dan sejumlah uang koin yang kemudian air tersebut akan di siramkan kepada pasangan suami istri tersebut. Setelah proses pemandian selesai, maka sang suami akan membawa kendi kecil yang telah dipersiapkan di dalam duplikat rumah-rumahan, kendi kecil itu berisi beras, uang koin, serta bunga kelapa dan kemudian membawanya ke perempatan atau pertigaan terdekat untuk dipecahkan, dalam pembawaaan kendi tersebut sang suami harus berlari. Tujuan proses pemecahan kendi tadi adalah agar diberikan kelancaran dalam proses melahirkan.
     Kegiatan yang ketiga yaitu rujakan, kegiatan tersebut dilakukan oleh si ibu hamil yang dibantu ibu-ibu lainnya. Dalam kegiatan tersebut yang perlu dipersiapkan adalah berbagai jenis buah-buahan, bumbu rujak umum dan khusus, serta blotong sebagai tempat untuk membuat rujakan yang terbuat dari tanah liat. Proses pertama yang dilakukan adalah mengupas semua buah-buahan tersebut kemudian memarudnya di dalam blotong sehingga buah-buahan tersebut menjadi lembut. Kemudian masukkan bumbu rujak umum seperti kacang, cabe, gula, trasi, dan yang lainnya serta bumbu rujak khusus 7 bulan ke dalam blotong. Bumbu rujak khusus 7 bulan tersebut harus di beli di pasar Kanoman, itu menjadi suatu syarat yang harus dipenuhi dalam kegiatan rujakan dan memitu tersebut. Setelah rujak tersebut jadi, selanjutkan akan ditempatkan di wadah-wadah kecil dan kemudian dibagikan ke tetangga-tetangga sekitar. Sampah kulit buah-buahan rujakan tersebut harus dihanyutkan di sungai setelah proses pemecahan kendi selesai, hal itu bertujuan agar kelak dalam melahiran si ibu diberikan kemudahan dan kelancaran.
    Tahapan memitu merupakan tahapan yang paling banyak kegiatannya, hal ini karena usia kehamilan 7 bulan dianggap usia kehamilan yang paling lengkap, mulai dari bentuk bayi dalam kandungan yang sudah sempurna, sudah memiliki ruh dan bahkan sudah mampu mendengar dan melalukan gerakan-gerakan , maka dilakukan rangkaian kegiatan yang banyak.

3.  Lolosi (8 bulan kehamilan)
      Lolosi merupakan tradisi bagi ibu hamil yang usia kandungannya sudah memasuki 8 bulan (sekitar 32 minggu). Lolosi sendiri memiliki makna lolos, artinya ibu hamil lolos dari masa-masa rawan bagi kehamilannya dan hanya satu bulan lagi siap untuk melahirkan. Selain makna tadi, lolos juga berarti suatu makanan yang terbuat dari beras yang dicampur dengan parutan kelapa, dibungkus daun pisang dan kemudian dikukus (dinamakan buras). Pada tradisi ini, ibu hamil membuat suatu makanan yang disebut buras dan kemudian dibagikan kepada tetangga-tetangga disekitarnya. Itulah yang menjadi ciri khas tradisi lolosi.
4.  (9 bulan kehamilan)
       Pada usia kehamilan yang ke 9 bulan ini (sekitar 36 minggu), ibu hamil melakukan tradisi berupa sodaqoh, yaitu membagi-bagikan minyak goreng yang terbuat dari kelapa tua kepada tetangga-tetangga sekitarnya. Hal ini dimaksudkan supaya dalam proses melahirkan kelak akan licin dan mudah. Karena pada usia kehamilan yang ke 9 bulan ini, ibu hamil sudah mulai mendapat pengawasan ekstra karena dia bisa melahirkan sewaktu-waku dan jarang tepat sesuai prediksi dokter.
       Selain tradisi-tradisi di atas yang harus dilakukan ibu hamil, terdapat pula beberapa pantangan atau larangan bagi ibu hamil sampai ia melahirkan, yaitu mengalungkan selendang atau handuk pada leher si ibu hamil, dan duduk di tengah pintu. Seorang ibu hamil tidak diperbolehkan mengalungkan selendang atau handuk di lehernya karena dikhawatirkan ketika melahirkan kelak terjadi kalung usus atau usus membelit tubuh bayi tersebut sehingga bayi susah untuk keluar. Selain itu juga ibu hamil tidak diperbolehkan duduk di tengah-tengah pintu karena dikhawatirkan ketika proses melahirkan, si anak dalam kandungan tidak masuk atau pun keluar seperti posisi ibu ketika duduk di tengah-tengah pintu. Namun jika dipikirkan secara rasional kenapa ibu hamil tidak boleh duduk di tengah-tengah pintu adalah karena hal tersebut akan mengganggu dan menghalangi orang yang hendak masuk atau keluar rumah.
       Satu hal lagi yang harus ibu hamil bawa ketika kemanapun dia pergi, entah itu di dalam rumah maupun keluar rumah. Yaitu suatu rempah dapur (yang disebut dringobengle). Dringobengle tersebut digantung di baju ibu hamil, tujuannya agar si anak dalam kandungan tidak diganggu oleh mahluk halus/setan.

      Hal tersebut di atas merupakan salah satu tradisi yang masih berkembang di masyarakat sekarang, bukan hanya masyarakat desa tetapi juga masyarakat kota. Meskipun dalam menjalankan tradisi tersebut setiap daerah memiliki perbedaan-perbedaannya masing-masing. Tradisi terhadap ibu hamil tersebut berdasaran tradisi yang populer di pulau Jawa, khusunya Cirebon. Meskipun tradisi-tradisi atau kegiatan yang dilakukan tersebut hampir sama dengan tradisi yang dilakukan pada masa Hindu-Budha atau sebelum Islam, tapi seiring perkembangan zaman dan semakin berkembang dan meluasnya Islam, maka terdapat beberapa unsur islam yang dimasukkan kedalamnya, seperti membaca Al-Quran dan melakukan sodaqoh. Hal itu merupakan hasil akulturasi yang dapat diterima semua pihak sehingga tradisi tersebut dapat bertahan sampai saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Situasi Kenabian

Situasi Kenabian Muhammad SAW 2.1 Situasi awal kenabian Muhammad SAW        Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang arab sud...