Tradisi-Tradisi
bagi Ibu Hamil
Indonesia
adalah Negara yang memiliki banyak budaya dan tradisi. Setiap daerah di
Indonesia mempunyai budaya tradisinya masing-masing yang berbeda antara satu
daerah dengan daerah lain, hal itu menjadi ciri masing-masing daerah tersebut.
Selain itu juga, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang masih menjaga
dan melestarikan adat tradisi dari nenek moyang mereka. Mulai dari tradisi yang
dilakukan masyarakat banyak, hingga tradisi yang dilakukan per-individu.
Tradisi yang dilakukan masyarakat banyak diantaranya Nadran, Haul, Arak-arakan,
Sedekah Bumi, dan masih banyak tradisi yang lainnya. Sedangkan tradisi yang
dilakukan oleh individu diantaranya tradisi yang dilakukan bagi ibu hamil,
tradisi yang dilakukan bagi anak laki-laki yang dihitan, dan tradisi-tradisi
yang lainnya. Dari sekian banyak tradisi di Indonesia, akan dipaparkan sedikit
mengenai salah satu tradisi yang dilakukan oleh individu, yaitu tradisi bagi Ibu
Hamil. Bagi masyarakat Indonesia yang masih menjaga adat tradisi leluhur akan
melakukan beberapa hal terhadap ibu hamil, khususnya di pulau Jawa. Bukan hanya
masyarakat desa saja yang melakukan tradisi tersebut dengan alasan dianggap
masih mengemban erat adat tradisi leluhur, tetapi juga masyarakat kota. Hal itu
dilakukan karena tradisi tersebut dianggap akan melindungi ibu hamil dan anak
yang dikandungnya. Berikut beberapa tradisi yang dilakukan oleh ibu hamil
beserta hal-hal yang berada dibalik tradisi-tradisi tersebut:
1. Ngupati (4 bulan
kehamilan)
Ngupati
berasal dari kata papat, ngipat, dan kupat. Yang dalam
bahasa Cirebon berarti empat, kumplit, dan ketupat. Maksud dari kata papat=empat
disini adalah umur janin yang ada dirahim ibu hamil sudah masuk 4 bulan
(sekitar 16 minggu). Maksud dari kata ngipat=kumplit adalah bentuk si
anak dalam rahim ibunya sudah mulai sempurna, dan selain itu juga si anak dalam
rahim tersebut sudah diberikan roh oleh Allah swt. Sedangkan maksud dari kata kupat=ketupat
adalah dalam tradisi ngupati ini ibu hamil beserta keluarganya akan
membuat suatu makanan yang disebut ketupat dan lemper dan kemudian dibagikan
atau disodaqohkan kepada tetangga disekitarnya. Tujuan dari tradisi ngupati
ini sendiri adalah menyelamatkan si anak dalam kandungan yang sudah diberi ruh
oleh Allah swt.. Tradisi ini biasanya diisi dengan kegiatan makan-makan yang
dilakukan ibu hamil, keluarganaya, beserta tetangga-tetangga terdekatnya. Hal
ini sekali lagi sebagai bentuk rasa syukur mereka atas keselamatan bayi dalam kandungan
ibu hamil tersebut, maka rasa syukur tersebut diwujudkan melalui sodaqoh
makan-makan.
2. Memitu (7 bulan kehamilan)
Memitu
berasal dari kata pitu. Yang dalam bahasa Cirebon berarti tujuh. Memitu
merupakan tradisi bagi ibu hamil ketika usia kandungannya sudah masuk 7 bulan
(sekitar 28 minggu) sesuai dengan arti katanya, yaitu pitu=tujuh. Berbeda
dengan tradisi ngupati yang bertujuan menyelamatkan si anak dalam
kandungan ibunya, sedangkan memitu sendiri bertujuan untuk menyelamakan
si anak dalam kandungan beserta ibunya. Tradisi ini biasanya diisi dengan
kegiatan membaca QS. Lukman dan QS. Maryam, mandi kembang 7 rupa, dan rujakan.
Kegiatan pertama dilakukan pada malam hari, yaitu membaca QS. Lukman dan QS.
Maryam, hal itu dilakukan oleh para lelaki (yang kebanyakan bapak-bapak).
Tujuan dibacakannya QS. Lukman adalah berharap jika bayi dalam kandungan
tersebut berjenis kelamin laki-laki, maka akan memiliki wajah yang tampan,
sendangkan tujuan dibacakannya QS. Maryam adalah berharap jika anak yang dikandung
berjenis kelamin perempuan, maka akan memiliki wajah yang cantik. Sebelum acara
ngaji (membaca Al-Quran) pada malam hari, para keluarga si ibu hamil tersebut
khususnya dari kalangan wanita (ibu-ibu) akan menyiapkan masakan untuk
dihidangkan bagi bapak-bapak yang akan mengaji surat Lukman dan Maryam pada
malam harinya.
Kegiatan
kedua yaitu acara mandi kembang 7 rupa pada pagi harinya, kegiatan tersebut
dilakukan oleh ibu hamil dan suaminya. Dalam acara mandi kembang 7 rupa
tersebut akan disiapkan duplikat rumah-rumahan kecil yang dibagian atasnya
digantung berbagai macam makanan, pakaian, dan sejumlah uang. Selain itu juga
akan disiapkan air yang didalamnya terdapat kembang (bunga) 7 rupa dan sejumlah
uang koin yang kemudian air tersebut akan di siramkan kepada pasangan suami
istri tersebut. Setelah proses pemandian selesai, maka sang suami akan membawa
kendi kecil yang telah dipersiapkan di dalam duplikat rumah-rumahan, kendi
kecil itu berisi beras, uang koin, serta bunga kelapa dan kemudian membawanya
ke perempatan atau pertigaan terdekat untuk dipecahkan, dalam pembawaaan kendi
tersebut sang suami harus berlari. Tujuan proses pemecahan kendi tadi adalah
agar diberikan kelancaran dalam proses melahirkan.
Kegiatan
yang ketiga yaitu rujakan, kegiatan tersebut dilakukan oleh si ibu hamil yang
dibantu ibu-ibu lainnya. Dalam kegiatan tersebut yang perlu dipersiapkan adalah
berbagai jenis buah-buahan, bumbu rujak umum dan khusus, serta blotong
sebagai tempat untuk membuat rujakan yang terbuat dari tanah liat. Proses
pertama yang dilakukan adalah mengupas semua buah-buahan tersebut kemudian
memarudnya di dalam blotong sehingga buah-buahan tersebut menjadi lembut.
Kemudian masukkan bumbu rujak umum seperti kacang, cabe, gula, trasi, dan yang
lainnya serta bumbu rujak khusus 7 bulan ke dalam blotong. Bumbu rujak
khusus 7 bulan tersebut harus di beli di pasar Kanoman, itu menjadi suatu
syarat yang harus dipenuhi dalam kegiatan rujakan dan memitu tersebut.
Setelah rujak tersebut jadi, selanjutkan akan ditempatkan di wadah-wadah kecil
dan kemudian dibagikan ke tetangga-tetangga sekitar. Sampah kulit buah-buahan
rujakan tersebut harus dihanyutkan di sungai setelah proses pemecahan kendi
selesai, hal itu bertujuan agar kelak dalam melahiran si ibu diberikan
kemudahan dan kelancaran.
Tahapan
memitu merupakan tahapan yang paling banyak kegiatannya, hal ini karena
usia kehamilan 7 bulan dianggap usia kehamilan yang paling lengkap, mulai dari
bentuk bayi dalam kandungan yang sudah sempurna, sudah memiliki ruh dan bahkan
sudah mampu mendengar dan melalukan gerakan-gerakan , maka dilakukan rangkaian
kegiatan yang banyak.
3. Lolosi (8
bulan kehamilan)
Lolosi
merupakan tradisi bagi ibu hamil yang usia kandungannya sudah memasuki 8 bulan
(sekitar 32 minggu). Lolosi sendiri memiliki makna lolos, artinya
ibu hamil lolos dari masa-masa rawan bagi kehamilannya dan hanya satu bulan
lagi siap untuk melahirkan. Selain makna tadi, lolos juga berarti suatu
makanan yang terbuat dari beras yang dicampur dengan parutan kelapa, dibungkus
daun pisang dan kemudian dikukus (dinamakan buras). Pada tradisi ini, ibu hamil
membuat suatu makanan yang disebut buras dan kemudian dibagikan kepada
tetangga-tetangga disekitarnya. Itulah yang menjadi ciri khas tradisi lolosi.
4. (9 bulan kehamilan)
Pada
usia kehamilan yang ke 9 bulan ini (sekitar 36 minggu), ibu hamil melakukan
tradisi berupa sodaqoh, yaitu membagi-bagikan minyak goreng yang terbuat dari
kelapa tua kepada tetangga-tetangga sekitarnya. Hal ini dimaksudkan supaya
dalam proses melahirkan kelak akan licin dan mudah. Karena pada usia kehamilan
yang ke 9 bulan ini, ibu hamil sudah mulai mendapat pengawasan ekstra karena
dia bisa melahirkan sewaktu-waku dan jarang tepat sesuai prediksi dokter.
Selain
tradisi-tradisi di atas yang harus dilakukan ibu hamil, terdapat pula beberapa
pantangan atau larangan bagi ibu hamil sampai ia melahirkan, yaitu mengalungkan
selendang atau handuk pada leher si ibu hamil, dan duduk di tengah pintu. Seorang
ibu hamil tidak diperbolehkan mengalungkan selendang atau handuk di lehernya
karena dikhawatirkan ketika melahirkan kelak terjadi kalung usus atau usus
membelit tubuh bayi tersebut sehingga bayi susah untuk keluar. Selain itu juga
ibu hamil tidak diperbolehkan duduk di tengah-tengah pintu karena dikhawatirkan
ketika proses melahirkan, si anak dalam kandungan tidak masuk atau pun keluar
seperti posisi ibu ketika duduk di tengah-tengah pintu. Namun jika dipikirkan
secara rasional kenapa ibu hamil tidak boleh duduk di tengah-tengah pintu
adalah karena hal tersebut akan mengganggu dan menghalangi orang yang hendak masuk
atau keluar rumah.
Satu
hal lagi yang harus ibu hamil bawa ketika kemanapun dia pergi, entah itu di
dalam rumah maupun keluar rumah. Yaitu
suatu rempah dapur (yang disebut dringobengle). Dringobengle
tersebut digantung di baju ibu hamil, tujuannya agar si anak dalam kandungan
tidak diganggu oleh mahluk halus/setan.
Hal
tersebut di atas merupakan salah satu tradisi yang masih berkembang di
masyarakat sekarang, bukan hanya masyarakat desa tetapi juga masyarakat kota.
Meskipun dalam menjalankan tradisi tersebut setiap daerah memiliki perbedaan-perbedaannya
masing-masing. Tradisi terhadap ibu hamil tersebut berdasaran tradisi yang populer
di pulau Jawa, khusunya Cirebon. Meskipun tradisi-tradisi atau kegiatan yang
dilakukan tersebut hampir sama dengan tradisi yang dilakukan pada masa Hindu-Budha
atau sebelum Islam, tapi seiring perkembangan zaman dan semakin berkembang dan
meluasnya Islam, maka terdapat beberapa unsur islam yang dimasukkan kedalamnya,
seperti membaca Al-Quran dan melakukan sodaqoh. Hal itu merupakan hasil
akulturasi yang dapat diterima semua pihak sehingga tradisi tersebut dapat
bertahan sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar