Kamis, 04 Januari 2018

Situasi Kenabian

Situasi Kenabian Muhammad SAW

2.1 Situasi awal kenabian Muhammad SAW
       Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang arab sudah mengetahui para utusan Allah SWT atau Nabi-Nabi. Meskipun banyak Nabi diutus di tanah arab, namun sedikit sekali orang-orang yang mengikuti ajaran atau risalah yang dibawa oleh para Nabi tersebut. Dan ketika Nabi Muhammad SAW diutus ditengah-tengah mereka, mereka tidak langsung menerima kenabian beliau, karena mereka tidak mau meninggalkan ajaran nenek moyang mereka. Selain itu juga ajaran Nabi merugikan politik dan ekonomi mereka. Padahal sudah ada bukti nyata kekuasaan Allah SWT melalui utusan-Nya tersebut. Situasi kenabian para utusan Allah sebelum Nabi Muhammad SAW begitu banyak mengalami tantangan dan tekanan dari para kaum kafir yang membenci mereka. Begitu pula situasi kenabian yang dialami Nabi Muhammad SAW, bahkan bisa dibilang cobaan terhadap kenabian beliau lebih sulit dari Nabi-Nabi sebelumnya. Padahal mereka sudah menanti datangnya seorang Nabi, tetapi berharap Nabi tersebut berasal dari golongan mereka sendiri, justru yang muncul Nabi Muhammad SAW, mereka merasa tersaingi terutama dari segi politik dan ekonomi.
       Tugas Nabi Muhammad SAW juga lebih berat dari Nabi-Nabi sebelumnya. Jika Nabi-Nabi sebelumnya hanya diutus membawa risalah dan menyebarkannya kepada kaumnya saja, tetapi Nabi Muhammad SAW diutus untuk membawa risalah dan menyebarkannya ke seluruh dunia (umat manusia). Hal inilah yang menjadikan orang-orang kafir begitu membenci Nabi Muhammad SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rosul diusiannya yang ke 40 tahun dan mendapatkan wahyu, orang-orang kafir semakin membencinya dan berencana membunuh Nabi Muhammad SAW.
        Karena tindakan orang-orang kafir tersebut (khususnya orang-orang kafir Mekkah) yang semakin menjadi-jadi dan dikhawatirkan akan membahayakan keselamatan Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, maka beliau beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya (kaum Muhajirin) hijrah dari Mekkah ke Madinah. Disana beliau mendapat sambutan yang baik dari penduduk asli Madinah (kaum Anshor) dan disini beliau lebih mendapat perlindungan, maka dari sinilah beliau mulai menyebarkan risalah yang dibawanya secara terang-terangan. Setelah itu, beliau mendirikan kota Madinah, mengganti namanya dari yang semula bernama Yastrib menjadi Madinah, dan menjadikan kota Madinah sebagai poros peradaban islam. Dan dari sinilah khazanah islam mulai menyebar ke seluruh penjuru wilayah, termasuk Mekkah. Beliau mengambil alih Ka’bah dari orang-orang kafir. Karena Ka’bah merupakan peninggalan umat islam yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Situasi kenabian beliau di Madinah jauh lebih aman dari pada di Mekkah, hingga beliau dapat menyebarkan risalah yang dibawanya sampai akhir hayat beliau meninggal di Madinah.


2.2 Proses Nuzulul Quran
Sebelum membahas tentang proses turunnya Al-Quran, akan disinggung terlebih dahulu pengertian Al-Quran. Al-Quran menurut bahasa berasal dari kata  قرأ , يقرأ , قران  yang berarti “Bacaan”. Sedangkan menurut istilah Al-Qur’an ialah Kalam Allah atau kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, diturunkan  dalam bentuk lembaran-lembaran (mushaf), diawali dari Q.S Al-Fatihah sampai Q.S An-Naas, diturunkannya secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun, serta membacanya merupakan suatu ibadah. Al-Quran tersebut diturunkan kepada seorang Nabi yang mulia, yaitu Nabi Muhammad SAW. Al-Quran bukanlah sebuah buku ilmu pengetahuan, fiksi, cerita atau yang lainnya, mealainkan Al-Quran mencakup semua hal tersebut, menjawab hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu maupun masa yang akan datang.
       Proses turunya Al-Quran (Nuzulul Quran /  نزول )  menurut bahasa berasal dari kata
نزل  -  ينزل  -  نزول   yang berarti “turun”. Maksud turun disini ialah meluncur dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah[1] dan juga pemberitahuan Allah SWT kepada manusia melalui Al-Quran. Sedangkan menurut istilah ialah proses turunnya Al-Quran (kalam Allah SWT) yang dibawa melalui perantara malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Tetapi bagaimana proes turunnya Al-Quran tersebut beberapa ulama berbeda pendapat mengenai hal tersebut:
1.   Ayat Al-Quran diturunkan dari Allah SWT ke lauhul mahfuz  (suatu lembaran yang terpelihara dimana Al-Quran pertama kalinya ditulis pada lembaran tersebut)[2]
2.  Ayat Al-Quran diturunkan dari lauhul mahfuz  ke langit dunia secara keseluruhan dalam satu malam (disimpan dalam Baitul ‘Izzah), kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur.
3.   Ayat Al-Quran diturunkan dari lauhul mahfuz  ke langit dunia secara bertahap sebanyak 23 kali malam Lailatul Qadr, kemudian diturunkan kepada Nabi selama era bitsah (kenabian), yaitu kurang lebih 23 tahun.

Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan Q.S Al-Israa:106, yaitu:
وقرانا فرقناه لتقرأه على النّاس على مكث ونزّلناه تنزيلا
“Dan Kami telah menurunkannya sebagian demi sebagian agar engkau (Muhammad) membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya sebagian demi sebagian”.
       Al-Quran diturunkan secara bertahap karena ia akan membawa perubahan dan pembaharuan yang besar. Ia akan membawa bermacam-macam peraturan yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan.[3]
       Pembicaraan mengenai Nuzulul Quran (turunnya Al-Quran) biasanya berkenaan dengan ayat pertama dan terakhir turun, kapan dan dimana wahyu pertama dan terakhir turun, serta penurunan wahyu tersebut melalui cara seperti apa.
     Mengenai ayat yang pertama diturunkan banyak ulama yang berbeda pendapat, mereka berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama Q.S Al-Alaq:1-5, yaitu:
اِقْرَأ بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذيْ خَلَقَ (1) خَلَقَ الأِ نْسَا نَ مِنْ عَلَقْ (2) إِقْرَأْ وَ رُبُّكَ الأَكْرَام (3) الّذْ ي عَلَّم بِا لْقَلَم (4) علَمَ الاِ نْسَا نَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya:
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Ia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu itu Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan dengan pena. Ia telah mengajarkan kepada manusia apa-apa yang belum diketahuinya”.
       Peristiwa penurunan tersebut terjadi pada malam senin, tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari usia Rasulullah tiga belas tahun sebelum hijrah, bertepatan dengan bulan juli tahun 610 M. Malam tersebut dinamakan malam Lailatul Qadr / Lailatul Mubarakah / malam turunnya Al-Quran yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan.[4] Malam tersebut jatuh pada malam-malam ganjil di bulan Ramadhan.
       Bertempat di Gua Hira, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkhalwat atau menyendiri untuk beribadah. Kegiatan tersebut beliau lakukan setelah beliau mendapat mimpi bahwa beliau didatangi seberkas cahaya indah seperti cahaya di pagi hari, selain itu juga kegiatan tersebut untuk menenangkan pikiran Nabi karena beliau merasa masyarakat di sekitarnya hidup dan bertindak semau mereka sendiri tanpa melihat konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan tersebut (masa itu bangsa arab masih hidup dalam kejahiliyaan/kebodohan).
Sesudah itu barulah ayat-ayat Al-Qur’an yang lain beriringan diturunkan menurut kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang memerlukannya. Dan Semenjak itu Rosulullah mulai berdakwah secara terang-terangan, tidak bersembunyi.
       Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dibawa melalui perantara malaikat Jibril, tetapi menurut beberapa hadis dan Al-Quran surah Asy-Syura:51 cara turunnya Al-Quran tersebut melalui wahyu, Allah SWT berbicara langsung kepada Nabi melalui balik hijab/tabir, mengirim utusan (Jibril menyerupai seorang laki-laki yang tampan). Selain itu juga turunnya ayat Al-Quran tersebut bisa menyerupai gemerincing lonceng yang besar, melalui mimpi, dan juga ketika Nabi menerima wahyu tersebut dirinya mengeluarkan keringat yang sangat banyak padahal cuaca sedang dingin. Begitu juga sebaliknya, beliau merasa kedinginan padahal cuaca begitu panas.
       Tetapi ada juga beberapa ulama yang berbeda pendapat bahwa permulaan ayat Al-Quran yang turun bukanlah Q.S Al-Alaq:1-5, melainkan Q.S Al-Fatihah, hal ini dikarenakan beberapa alasan, menurut Syek Muhammad Abduh yaitu dengan memerhatikan isi surah Al-Fatihah itu yang seolah-olah telah mencakup segala pokok-pokok isi Al-Quran itu secara garis besarnya.[5]
       Selain kedua pendapat diatas, masih ada pendapat lainnya mengenai surah/ayat yang pertama kali turun, yaitu ada yang mengatakan ayat-ayat yang mula-mula turun ialah surah Ad-Dhuha, Al-Mudatsir, Al-Muzammil. Ada juga yang berpendapat Q.S Ad-Dukhan:3, yaitu:
إِنّأ اَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ مُبَارَكَةٍ إِنّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ
Karena surah tersebut turun pada malam yang penuh keberkahan, yaitu malam Lailatul Mubarakah pada malam tanggal 17 Ramadhan. Memang semua pendapat itu bisa jadi benar, namun dilihat dari banyaknya dan umumnya orang mengetahui ayat dan surah yang pertama turun ialah Q.S Al-Alaq:1-5, karena sesuai dengan artinya, yaitu “Bacalah!”, permulaan dari sesuatu yang nantinya hendak dikumpulkan dan diabaca seluruhnya.
       Ayat-ayat yang permulaan diturunkan adalah untuk mengarahkan pembentukan pribadi muslim dengan ajaran-ajaran tentang keimanandan akhlak. Apabila rasa kecintaan dan ketakwaan sudah muncul dalam hati manusia, maka kemudian barulah Allah SWT menurunkan wahyu yang berisi perintah-perintah dan larangan-laranagn supaya muncullah rasa keikhlasan dan ketaaatan untuk melaksanakannya. Turunnya Al-Quran sesuai dengan kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Nabi dan umatnya sejak Nabi diangkat menjadi Nabi dan Rasul sampai wafatnya. Tujuan Allah SWT menurunkan wahyu (Al-Quran) tersebut kepada Nabi Muhammad SAW adalah karena rasa cinta Nabi Muhammad SAW yang begitu besar kepada Allah SWT. Kemudian, tujuan diturunkannya Al-Quran untuk umat manusianya supaya menjadi pedoman bagi tingkah laku kehidupan manusia di dunia dan di akhirat kelak. Al-Quran juga menjadi pembimbing manusia menuju jalan yang benar, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
       Ayat Al-Quran yang turun pada Nabi tidak hanya pada satu tempat saja, maksudnya bukan hanya turun ketika Nabi sedang berada dikediamannya, tetapi ada juga ayat yang turun ketika Nabi sedang mealakukan perjalanan. Tidak melihat waktu (bisa siang ataupun malam) dan tidak melihat musim (bisa musim dingin ataupun musim panas).

Contoh ayat yang turun ketika Nabi sedang melakukan perjalanan:

وَإِذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَوةَ فَلْتَقُمْ طَا ئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْ خُذُوْا أَسْلِحَتُهُمْ
“Dan apabila kamu berada ditengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata”. Ayat ini turun ketika Nabi sedang berada di Asafan.[6]

Sedangkan tujuan Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur adalah:
1.      Supaya umat manusia mempelajarinya perlahan-lahan
2.      Agar membacanya secara tartil (teratur dan benar)
3.      Menetapkan hati Rasulullah
4.      Untuk melemahkan lawan-lawannya (mukjizat)
5.      Mudah dipahami, dihafal, dan diamalkan
6.      Sesuai dengan kejadian atau peristiwa-peristiwa yang muncul pada waktu itu.
7.    Sebagai masa peralihan bagi kaum muslim, yaitu peralihan dari masa yang lama ke masa yang baru
8.      Menanamkan akhlak yang baik pada setiap pribadi muslim

       Tahapan peristiwa mengenai turunnya Al-Quran dapat diketahui dari banyak hadis, seperti hadis di bawah ini yang artinya:
“Dari ‘Aisyah, Ummul mu’minin ra, bahwasanya ia telah berkata permulaan wahyu yang 8diterima Rasulullah ialah berupa mimpi yang baik, yang diterimanya di waktu tidur, dan biasanya beliau melihat mimpi itu begitu jelasnya, seperti cuaca pagi. Pada masa-masa sesudah itu, beliau mengasingkan diri. Biasannya beliau pergi mengasingkan diri ke Gua Hira’ (kira-kira empat kilometer dari Mekkah arah jalan ke Arafah). Disanalah beliau telah membawa bekal. Kalau bekal telah habis maka pulanglah beliau ke rumah Khadijah untuk mengambil bekal lagi. Sehingga akhirnya datanglah kepada beliau Wahyu (pertama kali) ketika beliau berada di Gua Hira’ itu. Ketika itu malaikat datang dan berkata kepada Rasulullah: “Bacalah, hai Muhammad!” Rasulullah menjawab: “Aku tidak bisa membaca”. Beliau menerangkan selanjutnya: “Malaikat itu lalu merangkul dan memeluknya, sampai aku merasa payah, kemudian aku dilepaskannya dan ia berkata lagi kepadaku: “Bacalah, hai Muhammad!” Jawabku: “Aku tak bisa membaca”. Kemudian aku dirangkul dan dipeluknya lagi untuk kedua kalinya, hingga aku merasa payah, kemudian aku dilepaskanya dan ia berkata lagi padaku: “Bacalah!” Jawabku: “Aku tak bisa membaca”. Kemudian aku dirangkul dan dipeluknya untuk ketiga kalinya, sesudah itu aku dilepaskannya, lalu ia berkata: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan. Ia telah menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu itu Maha Pemurah”. Maka pulanglah Nabi membawa ayat itu dengan hati yang berdebar-debar. Nabi datang kepada Khadijah binti Khuwailid lalu bersabda: “selimuti aku, selimuti aku!” Khadijah lalu menyelimuti Nabi sehingga hilanglah rasa takut beliau. Dan setelah peristiwa itu diceritakan Nabi kepada Khadijah, maka beliau bersabda kepadanya: “Aku sangat khawatir atas keselamatan diriku”. Jawab Khadijah: “Tidak apa, jangan khawatir! Demi Tuhan selamanya tidak akan menghilangkan engkau, sebab engka akan berusaha menghubungkan tali persaudaraan; engkau akan mengusahakan apa-apa yang diperlukan umatmu; dan engkau selalu memuliakan tamu; dan engkau selalu memberikan bantuan atas mala petaka yang timbul karena membela kebenaran”. Sesudah itu Khadijah pergi bersama-sama Nabi menemui Waraqah Ibnu  Naufal Ibnu Asad Abdil ‘Uzza, yaitu anak paman dari Khadijah sendiri. Dan ia pernah menulis kitab dalam bahasa Ibrani. Bahkan ia pernah menulis sebagian dari Injil dalam bahasa Ibrani. Alangkah anaehnya, ia masih bisa menulis, padahal ketika itu ia telah sangat tua dan sudah buta. Setelah sampai, maka Khadijah berkata kepada Waraqah: “Hai anak pamanku, dengarkanlah berita dari anak saudaramu ini! Maka berkatalah Waaqah kepada Nabi: “Wahai anak saudaraku, apakah yang telah kau lihat?” Rasulullah lalu menceritakan kepada Waraqah apa-apa yang telah dialaminya. Waraqah lalu berkata: “Itulah dia utusan yang dulu pernah diutus Allah SWT kepada Nabi Musa as. Duhai, alangkah baiknya, kalau pada masa itu kelak aku masih hidup, yaitu ketika engkau diusir kaummu”. Rasulullah lalu bertanya: “Apakah mereka kelak akan mengusir aku?” Jawab Waraqah: “Benar, karena setiap oran yang datang membawa wahyu seperti engkau ini pasti dimusuhi orang. Andaikata aku masih mendapati juga masamu itu kelak, aku tentu akan membantumu dengan sekuat tenaga”. Tak lama setelah peristiwa ini Waraqah meninggal dunia, dan wahyu terputus kepada Nabi untuk sementara waktu”.[7] 

       Dari hadis tersebut, ketika Rasulullah telah menerima wahyu dari Allah SWT, hatinya berdebar-debar, gelisah, dan ketakutan. Apakah benar Allah SWT telah mengangkatnya menjadi Nabi dan Rasul?.
       Mengenai ayat yang terakhir turun, beberapa ulama juga berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Ada yang berpendapat Q.S Al-Maidah:3, yaitu:
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِىْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلاِسْلاَمَ دِيْنًا (3)
Artinya:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku kepadamu serta telah Ku-ridai bagimu islam itu sebagai agama”[8]
       Peristiwa turunnya ayat terakhir tersebut yaitu ketika Nabi sedang wukuf di Padang Arafah sewaktu melakukan Haji Wada’ (haji yang terakhir kalinya/sudah tidak melaksanakan haji lagi setelah itu/haji terakhir sebelum Nabi wafat). Peristiwa tersebut terjadi pada hari jum’at, tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah, atau tahun ke-63 dari usia Rasulullah, kira-kira 81 malam sebelum Rasulullah wafat, bertepatan dengan bulan maret tahun 632 M. Sedangan Rasulullah wafat pada hari senin tanggal 13 Rabi’ul Awwal tahun 11 H, atau tanggal 7 juni tahun 632 M.[9]
     Alasan Q.S Al-Maidah:3 menjadi ayat yang terakhir turun adalah karena islam sudah menunjukkan, bahwa dialah agama yang lengkap dan sempurna, yang menunjukkan mana kewajiban dan mana larangan, yang menunjukkan mana yang halal dan mana yang haram, dan hukum- hukum yang lainnya. Jadi mana mungkin ada surah/ayat lain yang turun setelahnya.
       Namun ada juga yang berpendapat bahwa surah/ayat yang terakhir diturunkan adalah Q.S Al-Baqarah:281, yaitu:
وَاتَّقُوْا يَوْمًاتُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّهِ ثُمَّ تُوَفّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُوْنَ (281)
Artinya:
“Dan peliharalah dirimu dari (Azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya”.[10]
       Sa’id bin Al-Khudri, sebagaimana dikutip oleh As-Sayuti, mengatakan, ayat ini turun kepada Nabi Muhammad SAW sembilan hari menjelang Nabi wafat, berbeda dengan Q.S Al-Maidah:3 yang turun 81 hari sebelum Rasulullah wafat.[11] Karena alasan inilah pendapat mengenai ayat ini dianggap sebagai ayat yang terakhir turun lebih kuat daripada Q.S Al-Maidah:3 yang lebih berkembang dikalangan umat islam.
       Mengenai ayat yang paling akhir turun, tidak ada satu pun riwayat yang marfu’ kepada Nabi Muhammad SAW, semua riwayat bersumber pada sahabat dan tabi’in. Tetapi bisa jadi pendapat setiap ulama itu benar karena sesungguhnya yang mengetahui ayat apa saja yang turun terakhir kali hanyalah Allah SWT, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang menyaksikannya. Perbedaan pendapat tersebut bisa jadi karena para ulama mengambil sumber dari sahabat Nabi yag berbeda, yang menyaksikan langsung wahyu itu turun atau yang tidak menyaksikan langsung.
       Periode waktu Rasulullah menerima wahyu kira-kira selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Penerimaan wahyu tersebut terbagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah (sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, kurang lebih selama 13 tahun) berkenaan dengan ayat-ayat yang turun di Mekkah/ayat-ayat Makkiyyah. Dan periode Madinah (setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, kurang lebih selama 10 tahun) berkenaan dengan ayat-ayat yang turun di Madinah/ayat-ayat Madaniyah.

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari:
ىعث رسول الله صلى الله عليه وسلم لآربعين سنة فمكث بمكة ثلاث عشرة سنة يوحى إليه ثم أمربا لهجرة عشرسنين ومات وهوابن ثلاث وسنين.
“Rasulullah diutus dalam usia 40 tahun, semula tempat tiggalnya di Mekkah dan menerima wahyu selama 13 tahun, kemudian diperintahkan berhijrah ke Madinah. Dia menetap dan menerima wahyu di sana selama 10 tahun. dan dia wafat pada usia 63 tahun”.[12]
       Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa surah yang terakhir turun adalah Q.S Al-Baqarah:278, Q.S Al-Baqarah:281, An-Nisa:176. Karena banyaknya pendapat mengenai hal tersebut, sehingga menimbulkan kesimpang-siuran dan sulit untuk menetapkan riwayat manakah yang paling kuat untuk dipegangi.
       Penurunan wahyu tersebut tidak terjadi secara rutin, tapi ada masa dimana wahyu tersebut terputus, tidak turun lagi selama waktu yang lama. Hal itu menimbulkan kegelisahan dan kesedihan di hati Nabi, apakah Allah SWT meninggalkanya setelah Nabi mendakwahkan ajaran yang diterimnya kepada manusia agar masuk islam sesuai yang diperintahkan Allah SWT, maksudnya agar manusia tidak terjerumus lebih lama dalam kebodohan. Hal itu jugalah yang membuat orang-oang kafir semakin mengolok-olok Nabi, mereka berkata wahyu yang diterima Nabi itu bohong, itu adalah karangan Nabi, mereka mengungkapkan bahwa terputusnya wahyu tersebut karena Nabi sedang merankai syair-syair baru seperti yang sudah Nabi sebarkan sebelumnya. Kesedihan itu memunculkan keraguan pada hati Nabi, apakah Alla SWT benar-benar telah mengutusnya menjadi Nabi dan Rasul, lalu kenapa disaat rasa cinta Nabi yang begitu besarnya muncul terhadap Allah SWT justru Allah SWT malah meninggalkannya.
Menurut para ulama, hikmah dari terputusnya wahyu tersebut adalah:
1.      Supaya rasa ketakutan Nabi ketika menerima wahyu pertama di Gua Hira hilang.
2.   Supaya memunculkan rasa kerindua dalam hati Nabi untuk menerima wahyu kembali setelah terputusnya wahyu dalam beberapa waktu tersebut.

       Namun setelah beberapa lama wahyu tersebut putus, akhirnya wahyu berikutnya turun yaitu Q.S Ad-Dhuha, yang artinya:
“Demi waktu matahari sepenggalan naik. Dan demi malam apabila ia telah sunyi. Tuhanmu tidak meninggalkan padamu, dan tiada (pula) benci padamu. Sesungguhnya hari akhir lebih baik untukmu dari hari permulaan. Dan nanti Tuhanmu akan memberi karunia kepadamu, sehingga kamu bersenang hati. Bukankah Dia dahulunya mendapati engkau seorang yatim lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung (yang tak tau jalan), lalu Dia memberi petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang papa, lalu Dia memberi kecukupan. Adapun terhadap anak yatim janganlah engkau bersikap sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta sesuatu kepadamu jaganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap karunia Tuhan yang kau peroleh hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).”[13]
       Surah tersebut menggambarkan betapa hebatnya derita yang Nabi Muhammad SAW alami selama terputusnya wahyu tersebut. Selain itu juga Allah SWT menghibur dan membujuk hati Nabi supaya bangkit lagi untuk melaksankan perintah-Nya tersebut. Dengan demikian, tentramlah perasaan Nabi dan kembalilah keyakinan Nabi bahwa Allah SWT telah benar-benar mengangkatnya menjadi Nabi dan Rasul.
Hikmah diturunkannya Al-Quran secara berangsur-angsur adalah:
1.    Untuk menguatkan dan mengokohkan hati Rasulullah SAW agar semangat dalam mendakwahkan risalah yang didapatnya, karena beliau sudah diangkat menjadi Rasul (Q.S Furqan:32):  [14]شهررمضان الذى أنزل فيه القران هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان    
Hal itu dikarenakan seringnya Rasulullah bertemu dengan malaikat Jibril, sehingga hatinya menjadi tegar dan kuat. Apabila diturunkan secara keseluruhan, maka Nabi tidak akan sering bertemu dengan malaikat Jibril.
2.      Untuk memantapka ayat-ayat tersebut didalam hati Rasulullah.
3.  Untuk memudahkan kaum muslimin yang pada masa itu masih buta huruf, sehingga untuk mempelajarinya mereka menghafalkan ayat demi ayat dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
4.  Untuk menyesuaikan kepentingan Rasulullah dan kaum muslimin serta perkembangan yang mereka alami dari masa ke masa. Karena petunjuk yang benar-benar tepat pada waktunya akan lebih besar manfaatnya (sesuai kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa itu).
5.    Memberikan isyarat yang nyata pada musuh-musuh islam bahwa Al-Quran adalah kalam Allah SWT dan bukan karangan Nabi Muhammad SAW.
6.    Karena sesuatu yang berangsur-angsur akan mendatangkan faedah/manfaat yag baik dan sesuai harapan. Karena jika penurunan tersebut secara lengkap dan mendadak akan menimbulkan kegoncangan dimasyarakat dan masyarakat akan menganggapnya sesuatu yang mengherankan dan dapat menimbulkan rasa antipati terhadap Al-Quran.[15]

       Dan dari situlah timbul rasa kecintaan dalam jiwa manusia kepada Tuhan mereka (Allah SWT) serta mereka akan ikhlas melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Maka dari sini ayat-ayat perintah dan larangan mulai muncul dan mereka menerimanya dengan hati terbuka karena mereka sudah memiliki rasa kecintaan, keimanan, dan ketaatan kepada Allah SWT dalam hati dan jiwa mereka. Ayat-ayat tentang perintah dan larangan tersebut baru diturunkan AllahSWT setelah didahului dengan ajaran tentang iman dan akhlak.
Fungsi Nuzulul Quran:

       Ada beberapa fungsi Al-Quran diturunkan, fungsi-fungsi tersebut sangat berguna bagi kehidupan manusia sebagai khalifah di bumi:
1.   Allah SWT menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia sebagaimana firman-Nya (Q.S 2:185).
2.      Al-Quran sebagai pembawa berita yang sangat menakjubkan bagi penhuni bumi dan langit.
3.      Menjadi penawar atau obat penenang jiwa yang gelisah.[16]
       Selain proses Nuzulul Quran, ayat-ayat Al-Quran juga turun berkenaan dengan sebab-sebab turunya, ilmu ini dikenal dengan Asbab an-Nuzul. Asbab an-Nuzul ialah suatu sebab yang membuat ayat Al-Quran tersebut turun. Sedangkan Al-Quran sendiri diturunkan untuk memperbaiki akidah, ibadah, dan akhlak manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran, dapat dikatakan pula penyimpangan tersebutlah yang merupakan sebab turunnya Al-Quran. Karena setiap ayat yang turun mempunyai sebab-sebab berbeda yang melatar belakanginya sesuai kejadian atau peristiwa yang dialami tersebut.

       Peristiwa Nuzulnya ayat Al-Quran ada dua macam, yaitu:
1.    Ayat yang diturunkan tanpa ada keterkaitan dengan sebab tertentu, semata-mata sebagai hidayah bagi manusia.
2.      Ayat Al-Quran yang diturunkan karena adanya sebab atau kasus tertentu.

       Sebab turunnya suatu ayat Al-Quran adakalanya berbentuk peristiwa atau pertanyaan.
Sebab turunnya ayat dalam bentuk peristiwa ada 3 macam:[17]
1.      Disebabkan peristiwa pertengkaran
2.      Disebabkan peristiwa kesalahan yang serius
Disebabkan adanya cita-cita dan keinginan



[1] Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i. Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm. 31
[2] Yusuf. M Kadar. 2012. Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. Hlm. 16
[3] Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i. Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm. 63
[4] Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i. Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm. 32
[5] Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i. Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm. 43
[6] Yusuf. M Kadar. 2012. Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. Hal. 26
[7] Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i. Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm. 39-40
[8] Ali Ash-Shaabuuniy. Muhammad. Studi Ilmu Al-Quran. Pustaka Setia. Bandung. 1998. Hlm. 30-31
[9] Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i. Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm. 44
[10] Ali Ash-Shaabuuniy. Muhammad. Studi Ilmu Al-Quran. Pustaka Setia. Bandung. 1998. Hlm. 29-30
[11] Yusuf. M Kadar. 2012. Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. Hlm. 22
[12] Anwar. Abu.  Ulumul Quran.  Amzah. Jakarta .2012. Hlm. 20
[13] Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i. Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm.51
[14] Anwar. Abu.  Ulumul Quran.  Amzah. Jakarta .2012. Hlm. 18
[15] Ahmad Syadali. Ahmad Rof’i. Ulumul Quran, edisi revisi. Pustaka Setia. Bandung. 2000. Hlm. 59-62
[16] Anwar. Abu.  Ulumul Quran.  Amzah. Jakarta .2012. Hlm. 17-18
[17] Anwar. Abu.  Ulumul Quran.  Amzah. Jakarta .2012. Hlm. 30-31        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Situasi Kenabian

Situasi Kenabian Muhammad SAW 2.1 Situasi awal kenabian Muhammad SAW        Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang arab sud...